Senin, 24 November 2014

Menparekraf: MICE Pendorong Utama Pariwisata Indonesia

Selasa, 3 September 2013 | 11:10 WIB
KOMPAS IMAGES/RODERICK ADRIAN MOZESWisatawan menikmati sore di Pantai Kuta, Bali, Sabtu (22/6/2013). Keindahan wisata pantai di sejumlah kawasan di Bali seperti Kuta, Seminyak, Jimbaran, Nusa Dua dan Tanjung Benoa masih menjadi daya tarik wisatawan baik domestik maupun mancanegara.

JAKARTA, KOMPAS.com — Kegiatan meeting, incentive, convention, and exhibition (MICE) menjadi pendorong utama pertumbuhan pariwisata tahun 2013. Berbagai kegiatan konvensi internasional banyak mendatangkan wisatawan mancanegara. Salah satunya konvensi internasional terbesar tahun ini adalah KTT APEC yang akan digelar di Nusa Dua, Bali, pada Oktober 2013.

Menurut Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Mari Elka Pangestu, tahun 2013 merupakan Year of MICE. "Ada banyak kegiatan MICE yang diharapkan akan sangat mendorong masuknya sejumlah pengunjung ke Indonesia," ucap Mari pada jumpa pers di Jakarta, Senin (2/9/2013). Untuk APEC saja diperkirakan bisa mendatangkan 5.000-7.000 delegasi.

Dalam menunjang pelaksanaan APEC, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) mempunyai kegiatan utama yang terkait dengan substansi APEC, yaitu konferensi High Level Dialogue on Travel Facilitation, pergelaran seni budaya saat gala dinner, peluncuran Sustainable Development, dan dilanjutkan dengan konferensi tingkat tinggi internasional pada 5-6 Oktober 2013.

Selain APEC, berbagai kegiatan MICE akan banyak diselenggarakan pada kuartal terakhir tahun ini, di antaranya Miss World dan World Cultural Forum.
Penulis: Tri Wahyuni
Editor: I Made Asdhiana

Pariwisata Bukan Sekadar Pelesir, Ada MICE...

Rabu, 18 September 2013 | 16:50 WIB
KOMPAS/RADITYA MAHENDRA YASASejumlah turis asing menikmati perjalanan dengan menumpang kereta api uap di Stasiun Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Selasa (27/12/2011). Museum Kereta Api Ambarawa yang menjadi salah satu tujuan utama para wisatawan setelah Candi Borobudur saat ini dalam tahap renovasi untuk menunjang kenyamanan pengunjung.

JAKARTA, KOMPAS.com - Pariwisata tak hanya sekadar kegiatan berlibur maupun bersantai, tetapi juga berhubungan dengan kegiatan konvensi seperti pameran dan pertemuan.

"Tourism itu besar karena tourism tak hanya mewakili leisure saja, tetapi MICE (Meeting, Incentive, Convention, dan Exhibition) juga termasuk," kata Regional Country Manager PT Pacific World Nusantara, Ida Bagus Lolec dalam Halal Bihalal & Diskusi MICE Forum Series 2013 Majalah Venue di Kota Kasablanka, Selasa (17/9/2013) malam.

Lolec mengatakan, contohnya Bali. Setiap tahun ada sekitar 600 sampai 700 grup menyelenggarakan kepentingan MICE di sana. "Corporate meeting(rapat instansi) yang terbesar," kata Lolec.

Sementara Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Nusa Tenggara Barat, Awanadhi Aswinabawa pun menimpali bahwa perkembangan pariwisata untuk kebutuhan MICE juga berkembang baik di NTB.

"MICE domestik berkembang cukup baik di NTB. Hampir 50 persen wisatawan yang datang adalah kontribusi dari MICE," kata Awan.

Perkembangan MICE juga terjadi di Sumatera Barat. Ketua BPPD Sumatera Barat Maulana Yusran mengakui wisatawan yang datang dengan keperluan MICE sudah mulai meningkat.

"Di daerah kita juga ingin mengembangkan MICE, tidak hanya di Jakarta dan Bali saja. Untuk Sumbar saat ini kita lihat baru meeting, yang kita kurang adalah eksebisi," kata Yusran.

Dia berharap, dengan pembangunan Bandara Internasional Kuala Namu di Sumatera Utara dapat menyebarkan wisatawan, baik dalam maupun dari luar negeri terutama di wilayah Sumatera.

KOMPAS IMAGES/RODERICK ADRIAN MOZESGrup musik menghibur turis asing saat makan malam di pinggir pantai Jimbaran, Bali, Jumat (21/6/2013). Kawasan Jimbaran merupakan salah satu tempat tujuan wisatawan selama berlibur di Bali, sejumlah tempat wisata seperti Jimbaran fish market dan Pura Uluwatu berada dekat dengan kawasan ini.
Meski pariwisata dengan tujuan MICE semakin bersinar di sebagian wilayah di Indonesia, namun bukan berarti tanpa hambatan.

Direktur Konvensi, Insentif, dan Minat Khusus Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), Rizky Handayani mengakui pembangunan infrastruktur untuk memfasilitasi kepentingan MICE belum berjalan baik.

"Beberapa kendala kita temui dalam pembangunan MICE ini. Seperti masalah infrastruktur penerbangan, masalah ketersediaan ruangan, dan konvensi," kata Rizky.
Penulis: Fitri Prawitasari
Editor: I Made Asdhiana

Balli dan Jakarta Tujuan Favorit MICE

Bali dan Jakarta Tujuan Favorit MICE

Senin, 25 November 2013 | 20:05 WIB
Grup musik menghibur turis asing saat makan malam di pinggir pantai Jimbaran, Bali, Jumat (21/6/2013). Kawasan Jimbaran merupakan salah satu tempat tujuan wisatawan selama berlibur di Bali, sejumlah tempat wisata seperti Jimbaran fish market dan Pura Uluwatu berada dekat dengan kawasan ini.

DENPASAR, KOMPAS.com - Bali dan Jakarta masih menjadi tujuan favorit masyarakat Indonesia dan internasional untuk menggelar pertemuan, insentif, konferensi, dan pameran (Meeting, Incentive, Conference and Exhibition/MICE). Demikian data yang dilansir Asosiasi Konvensi dan Kongres Internasional (International Congress and Convention Association/ICCA) melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf).

"Padahal kami sudah mengembangkan berbagai strategi di daerah lain, namun ternyata sesuai data ICCA yang berpusat di Amsterdam, hanya Bali dan Jakarta saja yang menjadi tempat favorit," kata Direktur Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata Kemenparekraf, Firmansyah Rahim di sela-sela kegiatan "Fieldrip Incentive Travel Destination Management Company" di Sanur, Denpasar, Senin (25/11/2013).

Berdasarkan data Country and City Rankings 2012 oleh International Association Meetings Market, disebutkan Indonesia menempati peringkat 41 dari 109 negara anggota ICCA. Sementara Bali dan Jakarta masing-masing menempati peringkat 48 dan 182 dari 390 kota di dunia.

Firmansyah mengatakan pertemuan di Sanur itu untuk membahas terkait wisata insentif. Karena untuk menggarap wisata tersebut harus tahu kebutuhan dari masing-masing negara yang akan dijadikan target pemasaran.

"Untuk membuat paket wisata insentif harus melakukan kajian dan pemetaan terhadap negara yang dijadikan sasaran pemasaran. Apa yang menjadi keperluan dari pasar tersebut. Karena wisata insentif ini biasanya dibuat oleh suatu perusahaan sebagai bentuk penghargaan kepada karyawannya yang berhasil memenuhi target pekerjaan," ujar Firmansyah yang didampingi Ketua DPD Indonesia Congress and Convention Association (INCCA) Bali, Ida Bagus Surasana.

Menurut Firmasyah, sebagai kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh perusahaan, maka kuantitas insentif perjalanan di sebuah destinasi akan menjadi ukuran bahwa tujuan wisata tersebut aman, nyaman dan menarik.

"Inti dari wisata insentif tersebut adalah suatu program yang diberikan sebagai imbalan atas kinerja yang telah dicapai oleh pekerja agar mencapai tujuan lebih baik," katanya.

KOMPAS/LASTI KURNIARombongan turis mancanegara menggunakan sepeda sewaan berkeliling di kawasan Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta, Rabu (30/3/2011). Wisata kota tua dengan mengunjungi situs bangunan tua dan lokasi bersejarah merupakan salah satu paket yang digemari turis mancanegara yang berkunjung ke Jakarta.
Sementara itu, Jane Schuildt dari Founder World Marketing Group President, sebagai narasumber acara tersebut mengatakan pada umumnya wisatawan asal Amerika Serikat menginginkan seni dan budaya.

"Wisatawan insentif asal Amerika Serikat menginginkan obyek wisata seni dan budaya. Karena itu peluang cukup besar di Indonesia, khususnya Bali. Obyek ini bisa dikemas dalam satu tempat, sehingga wisatawan tersebut tidak harus berlama-lama keliling dalam perjalanannya," katanya.

Jane melanjutkan wisatawan tersebut lebih banyak ingin menikmati obyek wisata di satu tempat. "Mereka selain berwisata juga melakukan outbound sehingga mereka merasakan bersantai dan saling memotivasi kerja setibanya di negaranya," tambah Jane.
Editor: I Made Asdhiana
SumberAntara

Tahun Gemilang untuk MICE

Menparekraf: 2013, Tahun Gemilang untuk MICE

Kamis, 26 Desember 2013 | 18:54 WIB
Kontestan Miss World 2013 berdoa di Pura Agung Besakih di Karangasem, Bali, 11 September 2013. Final Miss World akan berlangsung 28 September 2013.

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Mari Elka Pangestu memandang tahun 2013 sebagai tahun gemilang industri MICE (Meeting, Incentive, Convention, dan Exhibition). Sepanjang tahun ini banyak digelar acara berskala internasional. Seperti APEC, UN-WTO dan Miss World yang diselenggarakan di Bali.

"Tahun ini adalah the year of MICE dengan adanya APEC, Miss World dan UN-WTO," ujar Mari saat jumpa pers akhir tahun di Gedung Sapta Pesona, Jakarta, Selasa (24/12/2013).

Sedangkan pada tahun 2014, Mari mengatakan, tidak ada pertemuan skala besar internasional seperti pada 2013. Namun akan didominasi pertemuan-pertemuan dalam negeri skala menengah. "Tahun depan tidak ada pertemuan yang besar sekali tapi kita terus meningkatkan yang menengah, juga yang dari dalam negeri," ucap Mari.

Meski demikian, Menpaarekraf yakin MICE akan terus berkembang pada tahun mendatang. Apalagi, di tahun 2014 bertepatan dengan Pemilu. Kemungkinan banyak hotel yang akan digunakan untuk mengadakan pertemuan terkait Pemilu. "Bisnis MICE akan meningkat karena banyak orang meeting menggunakan hotel dari bintang 5 sampai ke pelosok-pelosok," jelas Mari.

Hal serupa dikatakan oleh Ketua Badan Promosi Pariwisata Indonesia (BPPI) Yanti Sukamdani yang mengatakan banyak pertemuan terkait Pemilu yang akan diselenggarakan pada tahun 2014. "Bisa meeting dari partai politik, pemerintahan sendiri, swasta dan sebagainya," kata Yanti.
Penulis: Fitri Prawitasari
Editor: I Made Asdhiana

Industri MICE Semakin Berperan

Industri MICE Semakin Berperan

Mengenakan pakain dari kain endek, tenun khas Bali, pemimpin Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) bersama pasangannya berfoto bersama sebelum makan malam di Bali Nusa Dua Convention Center, Bali, Senin (7/10/2013)


BADUNG, KOMPAS — Sebagai bagian dari industri pariwisata, industri meeting, incentive, conference, and exhibition atau MICE semakin berperan dalam industri pariwisata. Kawasan Asia dan Pasifik, termasuk Indonesia, dinilai sebagai kawasan yang pesat pertumbuhan industri MICE dan memiliki potensi besar untuk mengembangkan industri MICE.

”Perkembangan MICE cukup pesat di kawasan Asia dan Pasifik, seperti yang ditunjukkan Australia, Jepang, Singapura, dan Korea,” kata Direktur Program Regional Asia dan Pasifik Organisasi Pariwisata Dunia PBB (UNWTO) Xu Jing seusai pembukaan pertemuan Program Pelatihan Eksekutif UNWTO Asia dan Pasifik Ke-8 di Kuta, Kabupaten Badung, Bali, Senin (28/4/2014). ”MICE juga semakin berkembang di Indonesia dan Tiongkok,” ujar Xu Jing.

Xu Jing menyatakan, industri MICE di kawasan Asia Pasifik menunjukkan perkembangan positif. Pertumbuhan MICE tahun 2014 diproyeksikan mencapai 5 persen. ”Pertemuan eksekutif semacam ini menjadi hal penting untuk saling bertukar pengetahuan, membangun jejaring, dan menyiapkan skema MICE setiap negara,” ujar Xu Jing.

Pertemuan Program Pelatihan Eksekutif UNWTO Asia dan Pasifik di Bali dengan topik strategi dan kebijakan pariwisata diselenggarakan UNWTO bersama Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif serta Kementerian Kebudayaan, Olahraga, dan Pariwisata Republik Korea. Xu Jing juga menerangkan, pertemuan di Bali itu diikuti delegasi dari 21 negara Asia Pasifik.

Dalam pembukaan acara, Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sapta Nirwandar menyatakan, industri MICE berkontribusi penting dalam industri pariwisata, bukan hanya dari penghasilannya, melainkan juga dampak lainnya. ”Pengeluaran untuk MICE tiga kali lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran untuk kegiatan pariwisata lainnya,” kata Sapta.

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mencatat, sedikitnya 282.000 orang mengikuti acara MICE yang digelar di Indonesia selama 2013. Kegiatan itu menghasilkan sekitar Rp 19,9 triliun dan turut berkontribusi terhadap terciptanya 262.000 pekerjaan.

Sementara itu, dalam diskusi kepariwisataan yang diselenggarakan Hospitality Investment World Indonesia 2014, di Jakarta, kemarin, Indra Wijaya dari Agung Podomoro Land Tbk mengatakan, Indonesia mempunyai potensi pariwisata yang sangat tinggi, tetapi hingga kini masih terkendala pada ketersediaan infrastruktur. Pengembangan infrastruktur yang paling dibutuhkan adalah pelabuhan dan bandara. Untuk mengatasi ketertinggalan itu, Pemerintah Indonesia harus lebih cepat lagi dalam kebijakan pembangunan infrastrukturnya.

”Misalnya, hingga kini Indonesia belum mempunyai pelabuhan khusus yang melayani cruise atau kapal pesiar yang sangat besar. Padahal, perkembangan wisata cruise di dunia sangat tinggi,” kata Indra.

Dirjen Pengembangan Destinasi Pariwisata Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Firmansyah Rahim mengatakan, Indonesia menjadi negara tujuan investasi pariwisata paling menarik bagi investor karena kinerja pariwisata Indonesia belakangan ini terus meningkat, daya saing semakin kuat, dan persepsi positif dunia internasional semakin membaik.(COK/ARN)
Editor: I Made Asdhiana
SumberKOMPAS CETAK

Peran Biro Konvensi dalam Memajukan Destinasi Wisata

Pentingnya Peran Biro Konvensi dalam Memajukan Destinasi Wisata

Turis dari kapal pesiar Noble Caledonia yang lego jangkar di lepas Pantai Ulee Lheue mengunjungi Museum Tsunami, Banda Aceh, Kamis (6/2/2014). Sebanyak 120 turis dari kapal tersebut melakukan city tour mengunjungi sejumlah situs sejarah dan tsunami di Kota Banda Aceh selama enam jam. Tahun 2013 hingga Februari 2014 tercatat 16 kapal pesiar singgah di perairan Aceh dengan kapasitas 120 hingga 500 penumpang.


JAKARTA, KOMPAS.com - Agenda-agenda pertemuan bisnis belakangan mulai rutin diadakan di Indonesia. Hal ini menandakan perkembangan Industri Pertemuan yang semakin pesat. Sayangnya, acara-acara tersebut masih terpusat di Jakarta dan sekitarnya. 

"Kita punya banyak destinasi wisata yang dapat dijadikan tempat penyelenggaraan pertemuan, hanya saja saat ini yang sudah siap dan sering dipakai baru Jabodetabek," ungkap Direktur Eksekutif Jakarta Convention & Exhibition (JCNEB), Indra B. Sukirno di Jakarta baru-baru ini.

Hal tersebut sangat disayangkan mengingat banyak destinasi wisata di Indonesia yang potensial dijadikan sebagai tuan rumah penyelenggaraan perhelatan internasional. "Destinasi wisata banyak sekali yang bagus tetapi belum didukung dengan ketersediaan venue di tempat-tempat tersebut, terlebih kalaupun sudah ada yang siap belum terlalu baik pemasarannya," tambahnya lagi.

Karena hal itu lah, mata pasar industri pertemuan masih memprioritaskan penyelenggaraan di Jakarta. Padahal sudah banyak tempat yang pernah menjadi tempat penyelenggaraan acara internasional. "Bali, Jogja, Bandung, Surabaya dan Manado misalnya sudah pernah menjadi tuan rumah gelaran acara internasional dan berhasil," tambahnya lagi.

Lalu terpusatnya penyelenggaraan menjadi di kawasan Jabodetabek diperkirakan karena kurangnya pemasaran dan promosi yang cukup ke kalangan internasional, baik untuk kota-kota besar tadi maupun pada destinasi wisata potensial lainnya.

"Di sini lah peran biro konvensi yang seharusnya ada pada tiap daerah, meyakinkan bahwa destinasi wisata di tempatnya sudah siap menjadi lokasi penyelenggaraan pertemuan," ujarnya.

Terlebih, menurut Indra, masih banyak kekuatan Indonesia dalam penyediaan venue industri pertemuan dan bisnis. "Kelebihan kita ialah, mampu menyediakan tempat yang bagus dengan fasilitas dan akomodasi yang berstandar baik tetapi tetap dengan harga yang terjangkau. Mudah-mudahan dengan kekuatan ini juga peran biro konvensi menjadikan destinasi wisata lainnya siap dijadikan tuan rumah gelaran internasional di tahun-tahun mendatang," harapnya.

Source: 
Penulis: Kontributor Travel, Sri Noviyanti
Editor: I Made Asdhiana

AS PASAR POTENSIAL WISATA KONVENSI (Studi Kasus)

AS Pasar Potensial Wisata Konvensi

Bali sebagai salah satu destinasi favorit wisatawan Amerika Serikat (AS), menurut Kepala Dinas Pariwisata Daerah (Kadisparda) Bali, sangat potensial mengembangkan wisata meetings, incentives, conventions and exhibitions (MICE) atau konvensi. Berdasarkan analisis pasar, tiap tahunnya perusahaan-perusahaan di AS membelanjakan milyaran dolar AS untuk wisata konvensi bagi distributor, agen dan karyawannya.

Untuk dapat menangkap pasar wisata konvensi dari wisatawan AS, perlu dilakukan pendekatan kepada Singapura (Singapore Airlines dan Singapore Tourism Board) dalam rangka merencanakan paket twin market antara Singapura dan Bali untuk paket MICE bagi AS.
Selama ini destinasi internasional yang menjadi tempat favorit untuk tempat kunjungan wisata konvensi bagi wisatawan AS, adalah Caribbean, Meksiko, kawasan Asia Pasifik seperti Singapura, Hongkong, Seoul dan Bangkok. Turis AS sangat peduli dengan kelestarian lingkungan hidup sehingga berbagai produk pariwisata dengan konsep eco friendly menjadi pilihan utama mereka. Promosi-promosi yang berlabel ramah lingkungan tentunya akan sangat efektif di pasar AS.

Tingginya minat perusahaan multinasional, BUMN dan ekspatriat untuk melakukan meeting dan incentive tour ke kawasan wisata di Bali, juga diakui kalangan pengusaha hotel. Adanya kegiatan MICE yang digelar di Bali sangat mendongkrak tingkat hunian hotel di Bali.
Order-order MICE sangat ditentukan oleh pendekatan personal khususnya dengan agen MICE tertentu. Tak ketinggalan melakukan sales call ke pemerintah serta fleksibilitas dalam mengakomodasi permintaan organizer.

Selain itu, dari segi revenue grup MICE sangat tinggi, spending money wisatawan MICE 10 kali lebih besar daripada wisatawan biasa, karena wisatawan MICE dipastikan akan memakai kamar, menikmati kuliner dan ruang meeting.
Banyaknya wisatawan mancanegara yang memilih Bali sebagai wisata MICE juga tidak terlepas dari keramahtamahan masyarakat dan lingkungan yang aman serta nyaman.


Source: Kompas.com 

Senin, 28 April 2014

MENGINTIP TEKNIK MERACIK KOPI ALA DODDY SAMSARA

Mengintip Teknik Meracik Kopi ala Doddy Samsura

Jika menurut  pakar kopi Trish Rothgeb dalam sebuah artikel yang ia tulis tahun 2003, penikmat kopi telah melalui tiga gelombang evolusi. Gelombang pertama adalah sebatas peminum kopi. Gelombang kedua adalah mereka yang mulai menikmati kopi dengan beragam macam campuran seperti Vanilla Latte atau Cappucino.
Dari sinilah, di awal tahun 1990, lahir seni yang disebut Latte Art dimana campuran susu lebih banyak dibanding komposisi espresso-nya. Dan sekarang ini, terima kasih pada Kazuki Yamamoto, Latte Art berkembang menjadi 3D karena ide kreatif-nya menggabungkan berbagai bahan seperti marshmellow, coklat, kayu manis dalam melukis busa susu di bagian atas minuman latte.
Dan, gelombang ketiga adalah mereka-mereka yang awalnya hanya sebagai penikmat telah menjadi penggemar sehingga apresiasi terhadap kopi jadi sangat tinggi. Hal sepertilah yang kemudian jadi pemicu berjamuran kafe kopi berkualitas dan juga penyebaran beragam mesin-mesin penyeduh canggih dan, tentunya, semakin banyak untuk penggunaan di rumah (mesin seduh non-konsumsi kafe).
Mesin dengan penyeduhan manual adalah mesin kopi dengan sistem tetes. Mesin ini lazim dipakai dan ditemui di rumah-rumah. Dengan mesin ini, kita bisa mengontrol seberapa banyak ekstrasi kopi di dalam gelas dan juga mengatur panas air dan kecepatan tuangan kopi ke dalam gelas.
Sedangkan teknik penyeduhan dengan mesin, biasanya lebih kompleks, adalah hal yang lazim dilakukan di kedai-kedai kopi. Biasanya ketahanan cita rasa yang dihasilkan oleh manual brewer (alat seduh manual) di lidah tidak akan selama dengan kopi seduhan mesin. Namun, bukan berarti aroma dan rasa tidak senikmat atau setajam yang dihasilkan mesin. Dan, pada beberapa kafe malah ada yang menggunakan mesin penyeduhan yang menggabungkan dua teknik tersebut (mesin ekspress dan manual) yang disebut steampunk. Di Jakarta, mesin ini bisa ditemui di Kaffeine yang terletak di The Foundry Lot 8.
Nah, ingin tahu apa bedanya kedua teknik yang bisa membuat cita rasa kopi  berbeda? Ditemui di One Fifteenth Coffee (1/15 Coffee) dimana ia bekerja, Doddy Samsura – Barista Indonesia terbaik tahun 2013 – (Sumber Syanne Susita | AbraResto – Jum, 21 Mar 2014)

Pertanyaannya:

1.             Sebutkan hal-hal penting yang menjadi topik bahasan dalam artikel tersebut?


2.             Jelaskan hal-hal penting tersebut sesuai konteks Manajemen Pemasaran?

Selasa, 22 April 2014

HAWAIIAN SIGHTS (Marketing)

“HAWAIIAN SIGHTS”




Setelah Sembilan bulan beroperasi, Hawaiian Sights berusaha keras meminta bantuan dari operator tur. Pada periode sebelumnya komentar dari banyak pihak menyatakan bahwa tur jenis itu dibutuhkan dan akan terjual tanpa kesulitan, tetapi yang mengherankan keberhasilan penjualan masih sulit dicapai.
Sebagai tur berjalan kaki, Hawaiian Sights menjelajahi area paling sedikit dikunjungi yang disebut “Olde Honolulu” yang biasanya dihindari bus-bus tur; (1) Pusat Perkantoran Pemerintah dan Pusat Sejarah, (2) Pusat Kota atau Pusat Bisnis, dan (3) Daerah Pecinan. Tur itu membuat turis berbaur dan bersahabat dengan orang Hawaii yang “sebenarnya” jauh dari Waikiki dan dipandang sebagai pengalaman baru  lisan dan historis.
Tur dimulai dengan pemandu/pembimbing menemui klien di lokasi yang telah direncanakan di Waikiki. Kelompok itu akan naik bus kota dan diturunkan (20 menit kemudian) didepan gedung pemerintah Negara bagian. Ceritanya berlanjut empat jam berikutnya. Kelompok itu menghabiskan satu jam untuk makan siang dan berbelanja di Fort Street Mall dan kembali lagi ke Waikiki dengan bus kota.
Gagasan mengenai Hawaiian Sights muncul pada diri Evelyn Wako ketika dia mencatat bahwa tur kota konvensional mengabaikan bagian terpenting Hawaii, yakni orang-orangnya. Sebagian besar turis berkendara di Honolulu sambil melihat kota itu melalui jendela bus. Evelyn merasa bahwa jika turis benar-benar ingin memahami Hawaii, mereka harus turun dari bus. Evelyn tahu bahwa tur berjalan kaki berhasil di Eropa, maka mengapa tidak akan berhasil di Hawaii ???
Konsep tur yang memaksa pelanggan naik bus kota dan berjalan kaki begitu berbeda dengan tur lain sehingga operator informasi perjalanan dan biro perjalanan memberi Hawaii Sights sedikit dorongan dan kerja sama.
Mereka juga berkata struktur komisi dasar 20% dari item produk $20 (harga eceran) tidak menghasilkan cukup penerimaan yang menarik mereka.
Selama tiap-tiap tur,  pemandu akan naik bus kota bersama dengan kelompok mereka di Pusat Sejarah. Sebelum naik bus, kelompok itu diberi pengarahan singkat tentang apa yang akan dialami. Mereka diberi tahu bahwa lebih dari 70% penduduk Hawaii adalah “non kaukasian”. Turis tersebut melihat busnya akan berubah dari bus khusus turis menjadi bus lokal bila semakin jauh begerak dari Waikiki.
Sifat Hawaiian Sights yang tidak lazim itu menyebabkan dia dapat dimasukkan ke brosur tur sejumlah operator tur dan dua perusahaan penerbangan. Karena penjualan lebih rendah daripada yang diharapkan, Evelyn mencari cara mengiklankan turnya. Dia merasa bahwa salah satu cara yang mungkin adalah membagi-bagikan brosur ke para turis dijalan.
Dia sedang berfikir untuk memperkerjakan  gadis-gadis yang memakai rok dari rumput untuk bertindak sebagai salesgirl. Itu pasti akan mendapatkan reaksi negatif dari kelompok-kelompok tertentu penduduk Hawaii. Evelyn tahu bahwa biro perjalanan hotel masih merupakan alat penjualan kunci. Operator-operator biro bersikap negatif sejak awalnya. Mereka merasa bahwa klien mereka kelas atas sehingga kurang pas bila naik bus kota.
Turis yang telah ikut tur berjalan kaki pada Hawaiian Sights memeringkat tur jauh lebih unggul dibandingkan tur bus konvensional. Hawaiian Sights menawarkan jaminan “kepuasan terjamin, bila tidak, uang kembali,” sebegitu jauh tidak ada pelanggan yang telah menyatakan kekecewaan. Dengan semua yang baik-baik itu, yang mengherankan Evelyn belum menemukan cara menarik jumlah turis yang memadai yang dapat membuat bisnis baru itu menguntungkan.


Pertanyaan :

1.         Apakah  anda yakin bahwa Hawaiian Sigths akan menjadi daya tarik bagi kebanyakan turis yang mengunjungi Hawaii ? Jika tidak yakin apa alasannya ?

2.         Bagaimana profil yang mungkin atas segmen pasar Hawaiian Sighths ?

3.         Teknik-teknik promosi apa yang dapat digunakan Evelyn untuk menjual tur itu ke turis?; ke operator tur?; ke petugas biro perjalanan?

4.         Menurut anda, mengapa biro perjalanan dan operator perjalanan tidak bersemangat menyambut Hawaiian Sights?

5.         Apa pendapat anda mengenai gagasan Evelyn mempekerjakan gadis-gadis dan memberi mereka rok hula untuk membagi-bagikan brosur dipinggir jalan Waikiki kepara turis yang lewat?

Selasa, 21 Januari 2014

Bagaimana Pelayan Restoran Menilai Anda (Marketing-1)

Bagaimana Pelayan Restoran MenilaiAnda

Setiap kali duduk di restoran, Anda akan dinilai. Fenomena itu dinamakan "membaca meja" dan para staf — baik di restoran mahal maupun jaringan restoran, sama-sama berlatih teknik ini, demikian laporan The Wall Street Journal.

Selain kemampuan memilih menu, dan mengingat makanan spesial, seorang pelayan yang baik bisa mengantisipasi kebutuhan dari pelanggannya hanya dengan sekali lirik. Di jaringan restoran yang tersebar di seluruh kota mereka dilatih melakukan itu. 

Pelayan di Denny's, T.G.I Fridays, dan Romano's Macaroni Grill kini diajarkan untuk memperhatikan gerakan-gerakan halus dan komentar dari pelanggan mereka. Tujuannya dua: memberikan pengalaman makan yang lebih baik dengan memprediksi kebutuhan pelanggan, dan pada akhirnya tentu saja demi uang tip yang lebih besar.

Beberapa sinyal jelas yang diperhatikan para pelayan. Kelompok bersahabat dan senang berbicara yang melakukan kontak mata satu sama lain dan dengan pelayan mereka. Mereka biasanya memesan menu koktail atau pencuci mulut. Mereka juga menginginkan pelayan yang mau bercakap-cakap. 

Lain lagi dengan meja resmi, yang hanya ingin makanannya terhidang tepat waktu.

Di restoran yang ramah terhadap anak kecil, peran psikolog anak dibutuhkan di sini. Jika seorang anak membenci sayuran, maka pelayan mungkin meminta bagian dapur menyingkirkan sayuran dari burger mereka. Masalah pencuci mulut, mereka diam-diam memberikan menu kepada ibu di meja untuk menghindari jeritan dan teriakan sang anak. 

Sudah jelas, ibu adalah pemimpin meja keluarga, dan selalu mendapatkan perhatian penuh para pelayan. Namanya juga pemimpin.

Sebelum berpikir Anda orang yang "tidak terbaca," ada pertanyaan untuk Anda: apakah pernah ada yang bertanya apakah Anda menginginkan dressing untuk salad diletakan di sisi piring atau apakah Anda punya alergi? Anda mungkin jenis yang disebut para pelayan sebagai "gila kontrol”.

"Orang ini harus berperan sebagai pelayan, koki, dan manajer," tulis sumber dalam industri restoran yang memiliki nama samaran Teleburst. "Orang ini tidak bisa membiarkan koki membuat resep tanpa mengubah sesuatu." 

Jika Anda bingung dengan menu atau mengajukan banyak permintaan dan pertanyaan untuk pesanan yang sederhana, pelayan Anda akan menenangkan dengan melakukan petunjuk dari segala aspek pesanan Anda. Itu tidak berarti dia benar-benar peduli atau memberikan perhatian.

"Membaca sebuah meja harus menempatkan Anda dalam kepala tamu," tulis Teleburst dalam blognya tentang industri pelayanan.

Kini setelah mengetahui bahwa Anda sudah dibaca, bagaimana cara memanfaatkan hal tersebut? Coba tengok beberapa tips dari para pro.

Berbusana untuk layanan cepat: Dalam bahasa pelayan, gaun, celana dan reservasi awal yang efisien sangat dibutuhkan. Tidak peduli apakah Anda harus buru-buru mengejar jadwal film atau tidak, sinyal yang Anda berikan adalah 'ringkas.'

Untuk perhatian khusus di meja yang besar, buat reservasi: Pelayan akan mencari pemimpin dari setiap meja — orang yang memesan meja, mengontrol pesanan minum, atau memimpin pembicaraan. Dia kemungkinan besar, jika bukan yang membayar tagihan, berarti yang memiliki pengaruh besar akan pilihan makanan, dan tentu saja mengurus masalah uang tip.

Untuk tuangan terbanyak dari botol anggur bersama, ambil menu minuman dulu: Itu membuktikan pelayan kalau Anda memperhatikan apa isi gelas Anda, dan mereka cenderung akan menuangkan pertama kali ke gelas Anda setiap ada botol yang datang.

Untuk layanan kelas atas: Menurut penelitian Journal, pelanggan "moody" yang tidak terpengaruh dengan ucapan pelayan kemungkinan besar akan melakukan pesanan yang detail dan memakan banyak waktu. Mengatakan kalau rasa makanan "ok" juga cenderung memperlihakan ketidakpuasan pasif-agresif yang bisa menggiring kepada sedikitnya bonus. 

Di sisi lain, pelanggan santai yang menikmati pembicaraan dengan pelayan mungkin tidak akan mendapatkan pesanan lebih cepat tapi menurut blogger tersebut, mereka adalah standar utama. 

Memenangkan pelayan Anda dengan sedikit pemanis bisa mendapatkan pelayanan utama di jam-jam sibuk. Bahkan hal tersebut bisa memberikan tuangan anggur yang lebih banyak atau hal ekstra lainnya sebagai bentuk terima kasih dari pelayan Anda. Kesampingkan masalah psikologi, karma baik akan bertahan lama.


Tugas anda:
Berilah komentar anda terhadap artikel tersebut dari aspek pemasaran yang anda ketahui!

(Give your comment on this article from the aspect marketing as you know!)