Kamis, 08 Maret 2012

Ekowisata di Perkebunan Teh Malabar


 
Ekowisata di Perkebunan Teh Malabar 

Udara dingin di perkebunan teh Malabar, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, seakan-akan menerobos tebalnya mantel, padahal jam di tangan menunjukkan pukul 11 siang. Hamparan tanaman teh nan menghijau tidak bisa secara lepas dilihat mata karena kabut tebal mulai turun.

Jarak pandang hanya berkisar sepuluh meter ke depan, selebihnya kabut putih menutupi jalanan setapak yang membelah hektaran perkebunan teh tersebut. Namun, suasana tersebut tampaknya tidak menghilangkan keceriaan anak-anak Malabar untuk berlarian, bermain di antara rerimbunan kebun teh.

Mereka adalah anak warga setempat yang kesehariannya hidup dari memetik teh dan beternak sapi perah. Menurut warga setempat, saat musim kering, kabut tidak akan setebal saat musim hujan. Sejak Desember dan diperkirakan hingga Februari nanti, kabut akan lebih sering turun.

Biasanya diawali dengan hujan gerimis. "Jadi, kalau mau ke Malabar, lebih baik pakai mantel tebal atau jas hujan. Sebab hujan datang tidak bisa diprediksi, kadang hujan lalu berhenti sebentar, eh hujan lagi," ujar Uni, warga pemetik teh dan pemilik beberapa ekor sapi perah.

Malabar yang masuk Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, terletak di ketinggian 1.550 m di atas permukaan laut. Rata-rata suhu mencapai 16 hingga 26 derajat Celcius. Lokasi perkebunan teh ini memang cukup jauh. Setidaknya 45 kilometer dari pusat Kota Bandung.

Namun bagi warga Jakarta, untuk mencapai nya dapat menggunakan jalan tol Purbaleunyi dan memilih keluar di pintu tol Kopo atau Buah Batu. Dari pintu tol Kopo atau Buah Batu, Anda harus menempuh perjalanan yang cukup jauh dan sesekali dicegat kemacetan karena adanya pasar tumpah. Keluar di tol Kopo, kemacetan akan menyergap di Pasar Kopo, namun selepas itu perjalanan akan lancar hingga Banjaran.

Di pertigaan Banjaran, langsung berbelok arah kanan, lalu lurus hingga mencapai Pangalengan. Dari pintu tol Buah Batu, perjalanan akan tersendat saat Anda melintasi Pasar Banjaran. Setelah lepas dari kemacetan, perjalanan dilanjutkan dengan berbelok ke kiri menuju Pangalengan.

Rambu penunjuk jalan bagi wisatawan cukup jelas. Namun jika ragu-ragu, jangan takut bertanya pada warga setempat. Saat hendak memasuki perkebunan teh Malabar, Anda akan disambut pintu gerbang masuk yang dijaga hansip. Dia akan menunjukkan pilihan apakah akan ke kanan atau ke kiri.

Namun, pilihannya sama saja karena dua arah itu sama-sama kebun teh. Karcis masuknya sangat murah, hanya 2.000 rupiah. Bedanya, jika berbelok kiri, kita akan langsung bertemu dengan warga masyarakat pemetik teh dan pemerah sapi. Jalan yang ditempuh memang cenderung tidak bagus, banyak berlubang.

Mungkin karena lebih sering dilalui truk pengangkut teh ataupun susu dan sapi. Jika ke kanan, cocok untuk tea walk dan ada penginapan yang bisa disewa wisatawan. Jalurnya jauh lebih mulus karena lebih banyak digunakan para pejabat pengelola Malabar (PTPN VII).

Di tempat ini, terdapat Wisma Malabar, yang aslinya dibangun pada 1894 sebagai kantor administratur perkebunan Malabar sekaligus sebagai rumah tinggal KAR Bosscha. Bangunan lain, Wisma Melati, dibangun pada 1898. Bangunan itu dulunya rumah tinggal wakil administratur perkebunan.

Kini, Wisma Melati disewakan untuk wisatawan. Rumah para pemetik teh yang dibangun pada 1890 sebagai rumah asli Sunda tempo dulu, juga masih dipertahankan keautentikannya. Tak jauh dari Wisma Malabar, terdapat peristirahatan sekaligus makam Boscha. Kini, kediaman Meneer Bosscha itu telah diperbarui lagi dan ruangannya ditambah hingga menjadi 11 kamar. Oleh PTPN VIII, Wisma Malabar dan Wisma Melati disewakan bagi para wisatawan yang ingin berkunjung dan ingin menginap di daerah ini. Harga sewa kamar di Wisma Malabar lumayan murah.

Untuk kamar di lantai atas, harga sewanya 200 ribu hingga 400 ribu rupiah per hari, bergantung pada waktunya, apakah weekdays, weekend, atau saat libur nasional. Harga tersebut sudah termasuk sarapan untuk dua orang. Bagi yang datang berombongan, lebih baik menyewa kamar di Wisma Melati karena dapat menampung lebih dari 40 orang. Ada empat kamar di dalamnya yang dapat diisi tempat tidur secara lesehan. Harga sewanya 350 ribu hingga 450 ribu rupiah per hari.

Oleh-oleh Serba susu

Puas berwisata di Pangalengan, saat pulang, jangan lupa membawa oleh-oleh khasnya. Karena Pangalengan merupakan salah satu sentra penghasil susu, banyak penganan yang dibuat dengan bahan dasar susu, antara lain permen susu karamel, dodol susu, kerupuk susu, yogurt, dan susu murni.

Selain rasanya yang manis, dodol dan karamel susu tahan lama, mungkin karena pembuatannya memerlukan proses yang lama, sekitar empat jam lebih. Bahan utamanya adalah susu yang ditambah gula aren serta tepung ketan. Setelah melalui proses pengolahan dan pemasakan yang cukup lama, dodol dan karamel susu yang sudah matang dimasukkan ke cetakan.

Dodol dan karamel susu kemudian didinginkan hingga mengeras. Setelah itu, barulah proses pengepakan dilakukan, tentunya setelah dipotong-potong terlebih dulu. Potongan-potongan kecil dodol dan karamel susu yang berbentuk dadu dikemas dalam kertas kecil seperti permen, lalu dimasukkan ke plastik transparan.

Satu kemasan karamel atau dodol susu ukuran seperempat kilogram dijual seharga 10 ribu rupiah. Sangat mudah mencarinya. Saat hendak meninggalkan Pangalengan, banyak berjejeran toko yang menjual oleh-oleh khas tersebut. tgh/L-1

Mandi Air Panas atau Berperahu di Danau

Sebenarnya di daerah Pangalengan, Kabupaten Bandung, banyak terdapat lokasi ekowisata seperti Situ Cileunca atau berendam di air panas Cibolang. Situ Cileunca dikelilingi perkebunan teh Malabar.

Situ Cileunca terletak tak jauh dari Kecamatan Pangalengan. Genangan air seluas 180 hektare itu diapit oleh dua desa, yaitu Desa Wanasari dan Desa Pulosari. Sama dengan Malabar, situ itu juga sebelumnya dikelola warga Belanda. Situ Cileunca kini digunakan sebagai salah satu sumber pembangkit listrik.

Bagi para wisatawan domestik, objek wisata Situ Cileunca menjadi salah satu pilihan saat menyambangi Pangalengan. Harga tiket masuknya terbilang sangat murah, hanya 3.000 rupiah per orang. Di dalam, Anda dapat mengelilingi Situ Cileunca dengan menggunakan perahu sewaan.

Lahan di sekitar situ yang luas juga sering digunakan sebagai lokasi outbond bagi perusahaan. Di sekitar perkebunan teh Malabar juga terdapat pemandian air panas Cibolang. Air panas di sini memiliki kandungan belerang cukup tinggi sehingga sering digunakan pengunjung untuk terapi penyembuhan berbagai penyakit kulit dan rematik. Luasnya sekitar 2 hektare, dikelilingi hutan tanaman kaliandra dan pinus. Air panasnya berasal dari Gunung Wayang Windu. Selain berendam di air panas, ada beberapa kegiatan yang sering dilakukan wisatawan, antara lain memancing dan tracking ke Kawah Burung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar